Foto Ilustrasi
detikinews.id | Menjulang tinggi di tengah pemukiman padat penduduk di Jalan Wijaya, Kelurahan Botto, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, tower Telkom berdiri tegak, bak monumen peringatan yang mengerikan. Namun, bukan ketinggiannya yang menakutkan, melainkan kegelapan yang menyelimuti raksasa besi itu. Lebih dari setahun, lampu peringatannya padam, berubah menjadi simbol ancaman nyata, menebar teror dan bahaya di tengah masyarakat.
Kegelapan itu bukan sekadar ketiadaan cahaya. Ia adalah ancaman nyata yang menghantui warga setiap saat. Bayangan pesawat yang jatuh, khususnya di malam hari saat visibilitas terbatas, menjadi mimpi buruk yang selalu mengintai. Potensi tabrakan kendaraan, terutama sepeda motor yang melintas di jalan sempit di sekitar tower, juga meningkat drastis. Anak-anak yang bermain di dekat tower pun terancam bahaya, karena kesulitan melihat tower dalam kegelapan. Bahkan, beberapa warga melaporkan peningkatan kasus kejahatan kecil di sekitar tower karena minimnya penerangan.
Seorang warga, yang memilih untuk merahasiakan identitasnya, berbicara dengan suara bergetar, "Lebih dari setahun! Setahun kami hidup dalam ketakutan, di bawah bayang-bayang maut itu! Anak-anak saya takut bermain di luar setelah maghrib. Kami khawatir ada kecelakaan, ada pencurian, bahkan hal-hal yang lebih buruk." Suaranya penuh keputusasaan, mencerminkan kecemasan yang telah mengakar dalam.
Upaya menghubungi pihak berwenang? Sia-sia. Petugas tower, yang hanya dikenal dengan inisial LB, mengatakan dengan acuh tak acuh bahwa ia tak punya nomor atasannya. Sebuah penghinaan bagi warga yang hidup dalam ketakutan. Mereka ditinggalkan dalam kegelapan, bukan hanya kegelapan fisik, tetapi juga kegelapan informasi dan respon yang mematikan.
Telkom, raksasa telekomunikasi itu, kini dituntut untuk bertindak segera. Bukan hanya memperbaiki lampu, tetapi untuk menghapus bayang-bayang maut dan bahaya yang telah lama menghantui warga Soppeng. Kegelapan harus sirna, dan rasa aman harus kembali. Sebelum tragedi mengerikan terjadi, sebelum nyawa melayang sia-sia, sebelum potensi bahaya yang lebih besar mengancam.
(Ato)